Selasa, 27 November 2012

K3 : Penyebab Limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3)


Perkembangan industri dan proses produksi yang berlangsung secara terus menerus tanpa disadari oleh banyak pihak telah menghasilkan bahan berbahaya dalam bentuk padat, cair, maupun gas, baik yang bersifat bahan beracun berbahaya (B3) maupun yang bukan B3. Pembuangan Limbah yang bebas tanpa pengaturan yang jelas dan tegas dapat mengancam lingkungan hidup, menganggu kesehatan dan kelangsungan hidup manusia. Dengan bertambahnya industri dan/atau kegiatan yang menghasilkan Limbah dengan kategori B3, maka resiko terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup semakin tinggi.

Menyikapi kondisi tersebut, pemerintah secara yuridis telah melakukan langkah-langkah melalui penerbitan sejumlah peraturan perundang-undangan telah dilakukan, baik yang secara langsung terkait dengan pencegahan dan pengelolaan lingkungan maupun konservasi sumber daya alam. Misalnya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 32 Tahun  2004 tentang Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Air, dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Dalam konteks itu, Pemerintah Daerah telah melakukan upaya-upaya yang sejalan dengan peraturan perundang-undangan dalam berbagai bentuk kebijakan . Hal ini diwujudkan dalam Peraturan Daerah   Nomor 5 Tahun 2007 tetang Pengendalian Pencemaran Udara, Peraturan Daerah   Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Namun, kebijakan-kebijakan yang telah diformulasikan oleh Pemerintah Daerah belum membawa hasil positif bagi upaya memelihara dan melestarikan kehidupan alam/lingkungan dan masyarakat yang lebih baik. Hal itu disinyalir karena belum ada regulasi yang secara spesifik mengatur tentang pengelolaan berbagai Limbah B3 di Yogyakarta.

Beberapa sebab yang mengakibatkan pencemaran di Daerah antara lain:
  1. Limbah industri batik, tekstil,  Limbahnya dialirkan ke sungai-sungai;
  2. Industri dan pabrik kulit, sejak sepuluh tahun terakhir ini terus meningkat jumlah pengrajinnya;
  3. Bengkel-bengkel kendaraan baik roda empat maupun roda dua yang terus meningkat akibat booming kepemilikan sepeda motor. Tiadanya pembatasan wilayah yang diizinkan dan yang tidak diizinkan untuk mendirikan perbengkelan menjadi faktor penyebab utama;
  4. Berdirinya laundry-laundry diberbagai tempat sebagai pelayanan jasa yang tidak menyediakan tempat pembuangan Limbahnya;
  5. Berdirinya laboratorium-laboratorium kesehatan, rumah sakit dan sekolah-sekolah yang banyak menyelenggarakan Limbah cair dan Limbah padat berbahaya dan beracun.
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh tim ahli, menemukan fakta bahwa sumber Limbah B3 di Daerah  selama ini cukup beragam, yang di hasilkan oleh aktifitas kegiatan sebagai berikut:
  1. Penghasil Limbah B3 dari Pelayanan Kesehatan, terdiri dari Rumah Sakit, Puskesmas, Laboratorium Kesehatan, dan Apotek;
  2. Penghasil Limbah B3 bersumber dari Lembaga pendidikan (sekolah dan perguruan tinggi) dan lembaga riset, terdiri atas: Unit laboratorium dan tempat yang sejenis untuk kepentingan praktikum dan riset;
  3. Penghasil Limbah B3 dari Industri, terdiri atas Penyamakan kulit, Industri lampu, Industri tekstil, Industri farmasi, Industri pangan/susu Home industi batik;
  4. Penghasil Limbah B3 Perhotelan, Pariwisata, dan Usaha Laundry;
  5. Penghasil Limbah B3 dari Bandara dan Bengkel kendaraan, seperti sisa oli bekas dan sisa air aki bekas;
  6. Penghasil Limbah B3 dari kegiatan pertambangan emas;
  7. Penghasil Limbah B3 dari kegiatan usaha percetakan dan fotografi;
  8. Penghasil Limbah B3 dari industri kreatif atau Home Made dan Handicraft;
  9. Penghasil Limbah B3 dari rumah tangga, antara lain: lampu bekas, baterai bekas, dan sprayer.




Sumber: Penjelasan Umum Peraturan Daerah Provinsi DIY Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Sabtu, 24 November 2012

kadmium

KADMIUM (Cd2+)

Landasan Teori

Kadmium merupakan komponen campuran logam yang memiliki titik cair terendah. Unsur ini digunakan dalam campuran logam poros dengan koefisien gesek yang rendah dan tahan lama. Ia juga banyak digunakan dalam aplikasi sepuhan listrik (electroplating). Kadmium digunakan pula dalam pembuatan solder, baterai Ni-Cd, dan sebagai penjaga reaksi nuklir fisi. Senyawa kadmium digunakan dalam fosfor tabung TV hitam-putih dan fosfor hijau dalam TV bewarna. Sulfat merupakan garamnya yang paling banyak ditemukan dan sulfidanya memiliki pigmen kuning. Kadmium dan solusi senyawa-senyawanya sangat beracun.

Kadmium (Cd) ini pertama kali ditemukan oleh seorang ilmuwan Jerman yang bernama Friedric Strohmeyer pada tahun 1817. Logam Cd ini ditemukan dalam bebatuan Calamine (SengKarbonat). Nama kadmium sendiri diambil dari nama latin dari “calamine”yaitu “Cadmia”.

Hanya ada satu jenis mineral kadmium di alam yaitu greennockite (CdS) yang selalu ditemukan bersamaan dengan mineral spalerite (ZnS). Produksi sampingan dari peristiwa peleburan bijih-bijih seng (Zn). Biasanya pada konsentrat bijih Zn didapatkan 0,2 sampai 0,3 % logam Cd. Umumnya terdapat bersama-sama dengan Zn dalam bijinya, sehingga Cd diperoleh sebagai hasil sampingan produksi seng. Karena titik didihnya rendah, Cd dapat dipisahkan dari seng melalui penyulingan bertahap. Zn dan Pb diperoleh kembali secara serentak dengan cara tungku pemanas letupan. Cd suatu hasil sampingan yang tidak banyak ragamnya dan biasanya dipisahkan dari Zn dengan destilasi atau dengan pengendapan dari larutan sulfat dengan debu Zn. Cadmium merupakan bahan alami yang terdapat dalam kerak bumi.  

Pembahasan

I.          Sifat Fisik dan Kimia Kadmium (Cd2+)
Sifat Fisik :
a.       Logam berwarna putih keperakan
b.      Mengkilat
c.       Lunak/Mudah ditempa dan ditarik
d.      Titik lebur rendah
Sifat Kimia :
       a.       Cd tidak larut dalam basa.
       b.      Larut dalam H2SO4 encer dan HCl encer
       Cd + H2SO4 → CdSO4 + H2
       c.       Cd tidak menunjukkan sifat amfoter
       d.      Bereaksi dengan halogen dan nonlogam seperti S, Se, P
       e.       Cd adalah logam yang cukup aktif
       f.       Dalam udara terbuka, jika dipanaskan akan membentuk asap coklat CdO
       g.      Memiliki ketahanan korosi yang tinggi
       h.      CdI2 larut dalam alkohol

II.          Cara Pembuatan
Larutan CdSO4 5% dalam 500 ml
Gr =   C x V
           100 
     = 5 x 500
           100
     = 25 gram


Cara pembuatan:
Ø  Timbang reagen CdSO4 25 gram dengan menggunakan gelas arloji. Tuangkan aquades 100 ml dalam labu ukur 500 ml, lalu masukkan CdSO4 25 gram dalam labu ukur. Kemudian tambahkan aquades sampai 500 ml. Homogenkan larutan