Perkembangan
industri dan proses produksi yang berlangsung secara terus menerus tanpa
disadari oleh banyak pihak telah menghasilkan bahan berbahaya dalam bentuk
padat, cair, maupun gas, baik yang bersifat bahan beracun berbahaya (B3) maupun
yang bukan B3. Pembuangan Limbah yang bebas tanpa pengaturan yang jelas dan
tegas dapat mengancam lingkungan hidup, menganggu kesehatan dan kelangsungan
hidup manusia. Dengan bertambahnya industri dan/atau kegiatan yang menghasilkan
Limbah dengan kategori B3, maka resiko terjadinya pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup semakin tinggi.
Menyikapi
kondisi tersebut, pemerintah secara yuridis telah melakukan langkah-langkah
melalui penerbitan sejumlah peraturan perundang-undangan telah dilakukan, baik
yang secara langsung terkait dengan pencegahan dan pengelolaan lingkungan
maupun konservasi sumber daya alam. Misalnya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang kemudian dicabut dan
diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 jo. Peraturan
Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Air, dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Dalam
konteks itu, Pemerintah Daerah telah melakukan upaya-upaya yang sejalan dengan
peraturan perundang-undangan dalam berbagai bentuk kebijakan . Hal ini
diwujudkan dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2007 tetang
Pengendalian Pencemaran Udara, Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010
tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Namun,
kebijakan-kebijakan yang telah diformulasikan oleh Pemerintah Daerah belum
membawa hasil positif bagi upaya memelihara dan melestarikan kehidupan
alam/lingkungan dan masyarakat yang lebih baik. Hal itu disinyalir karena belum
ada regulasi yang secara spesifik mengatur tentang pengelolaan berbagai Limbah
B3 di Yogyakarta.
Beberapa
sebab yang mengakibatkan pencemaran di Daerah antara lain:
- Limbah industri batik, tekstil, Limbahnya dialirkan ke sungai-sungai;
- Industri dan pabrik kulit, sejak sepuluh tahun terakhir ini terus meningkat jumlah pengrajinnya;
- Bengkel-bengkel kendaraan baik roda empat maupun roda dua yang terus meningkat akibat booming kepemilikan sepeda motor. Tiadanya pembatasan wilayah yang diizinkan dan yang tidak diizinkan untuk mendirikan perbengkelan menjadi faktor penyebab utama;
- Berdirinya laundry-laundry diberbagai tempat sebagai pelayanan jasa yang tidak menyediakan tempat pembuangan Limbahnya;
- Berdirinya laboratorium-laboratorium kesehatan, rumah sakit dan sekolah-sekolah yang banyak menyelenggarakan Limbah cair dan Limbah padat berbahaya dan beracun.
Berdasarkan
hasil kajian yang dilakukan oleh tim ahli, menemukan fakta bahwa sumber Limbah
B3 di Daerah selama ini cukup beragam, yang di hasilkan oleh aktifitas
kegiatan sebagai berikut:
- Penghasil Limbah B3 dari Pelayanan Kesehatan, terdiri dari Rumah Sakit, Puskesmas, Laboratorium Kesehatan, dan Apotek;
- Penghasil Limbah B3 bersumber dari Lembaga pendidikan (sekolah dan perguruan tinggi) dan lembaga riset, terdiri atas: Unit laboratorium dan tempat yang sejenis untuk kepentingan praktikum dan riset;
- Penghasil Limbah B3 dari Industri, terdiri atas Penyamakan kulit, Industri lampu, Industri tekstil, Industri farmasi, Industri pangan/susu Home industi batik;
- Penghasil Limbah B3 Perhotelan, Pariwisata, dan Usaha Laundry;
- Penghasil Limbah B3 dari Bandara dan Bengkel kendaraan, seperti sisa oli bekas dan sisa air aki bekas;
- Penghasil Limbah B3 dari kegiatan pertambangan emas;
- Penghasil Limbah B3 dari kegiatan usaha percetakan dan fotografi;
- Penghasil Limbah B3 dari industri kreatif atau Home Made dan Handicraft;
- Penghasil Limbah B3 dari rumah tangga, antara lain: lampu bekas, baterai bekas, dan sprayer.
Sumber: Penjelasan Umum Peraturan Daerah Provinsi DIY Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.